Menurut Danah Zohar, Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan yang
bertumpu pada bagian dalam diri kita yang berhubungan dengan kearifan di luar
ego, atau jiwa sadar. Inilah kecerdasan yang kita gunakan bukan hanya untuk
mengetahui nilai-niai yang ada, melainkan juga untuk secara kreatif menemukan
nilai-nilai baru. Dalam bahasa lain Amir Tengku Ramly (2004 : 28), mengatakan
bahwa Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan untuk menghadapi dan
memecahkan persoalan makna dan nilai, yalmi yang menempatkan perilaku dan hidup
dalam konteks makna yang lebih hias dan kaya.
SQ
mampu menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna
dibanding dengan orang lain. SQ memberikan anda kemampuan membedakan yang baik
dan buruk, SQ juga memberikan rasa moral, kemampuan menyesuaikan aturan yang
kaku dibarengi dengan pemahaman dan cinta serta kemampuan setara untuk melihat
kapan cinta dan pemahaman sampai pada batasnya. Manusia menggunakan SQ untuk
bertarung dengan nilai-nilai keyakinan atas kebaikan dan keburukan, serta untuk
membayangkan sesuatu yang belum terjadi, untuk bermimpi, bercita-cita, dan
menangkat diri dari kerendahan. SQ menjadikan kita makhluk yang benar-benar utuh secara
intelektual, emosional dan spiritual. Cara kerja SQ, beroperasi dari pusat
otak, yaitu dari fungsi-fungsi penyatu otak. SQ tidak harus berhubungan dengan
suatu agama. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa. Kita dapat
menggunakan SQ untuk lebih cerdas secara spiritual dalam agama. SQ dapat
menghubungkan anda dengan makna dan ruh esensial dibelakang semua agama yang
ada. SQ memungkinkan kita menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan
interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri dan orang lain.
Akhirnya k-ita dapat menggunakan SQ untuk mencapai perkembangan diri
yang lebih utuh karena kita sebagai manusia memiliki potensi untuk itu.
Sedang yang dimaksud dengan kecerdasan spiritual menurut
Danad Zohar dan Ian Marshall adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan
persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan
hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk
menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan
dengan yang lain. Tanda-tanda SQ yang telah berkembang dengan baik mencakup
hal-hal berikut
1. Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif)
2. Tingkat kesadaran diri yang tinggi
3. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan
4. Kemampuan untuk menghadapi dan
melampaui rasa sakit 5. Kemampuan untuk senantiasa mensyukuri pemberian Tuhan
6. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi
dan nilai-nilai
7. Keengganan untuk menyebabkan kerugian
yang tidak perlu
8. Kecenderungan untuk melihat keterkaitan
dantara berbagai hal
(berpandangan "holistik)
9. Kecenderungan
nyata untuk bertanya "Mengapa?" atau "Bagaimana jika?" untuk mencari jawaban jawaban
yang mendasar
10. Menjadi apa yang disebut oleh
para psikolog sebagai "bidang mandiri"
yaitu memiliki
kemudahan untuk bekerja melawan konvensi.
Seseorang yang tinggi SQ-nya juga cenderung menjadi seorang pemimpin yang
penuh pengabdian - yaitu seseorang yang bertanggung jawab untuk membawakan visi
dan nilai yang lebih tinggi kepada orang lain dan memberikan petunjuk
penggunaannya, manjadi inspiring untuk orang lain. (Danah Zohar dan Ian
Marshall, 2001: 14)
Agus Nggermanto
(2003 : 11S), lebih lanjut mengemukakan bahwa SQ adalah kecerdasan yang kita
gunakan bukan hanya untuk mengetahui nilai-nilai yang ada, melainkan juga untuk
secara kreatif menemukan nilai-nilai baru. Menurut Sinetar, "kecerdasan
spiritual adalah kecerdasan yang mendapat inspirasi, dorongan, dan efektivitas
yang terinspirasi, theisness atau penghayatan ketuhanan yang di dalamnya
kita semua menjadi bagian". Sementara menurut Khalil Khavari, Kecerdasan spiritual
adalah fakultas dari dimensi nonmaterial kita - ruh manusia. Inilah intan yang belum
terasah yang kita semua menggosoknya sehingga berkilap dengan tekad yang besar
dan menggunakannya untuk memperoleh kebahagiaan abadi. Seperti dua bentuk
kecerdasan lainnya, Kecerdasan spiritual dapat ditingkatkan dan diturunkan.
Akan tetapi, kemampuannya untuk ditingkatkan tampaknya tidak terbatas. Dengan
nada yang sama, Muhammad Zuhri, memberikan definisi SQ yang menarik. IQ adalah
kecerdasan manusia yang, terutama, digunakan manusia untuk berhubungan dengan
dan rnengelola alam. IQ setiap
orang dipengaruhi oleh materi otaknya, yang ditentukan oleh faktor genetika. Meski demikian potensi IQ
sangat besar. Sedangkan EQ adalah kecerdasan manusia yang, terutama, digunakan
manusia untuk berhubungan dan bekerja sama dengan manusia laimrya. EQ seseorang
dipengaruhi oleh kondisi dalam dirinya dan masyarakatnya, seperti adat dan tradisi.
Potensi EQ manusia lebih besar dibanding IQ. Sedang SQ adalah kecerdasan manusia
yang digunakan untuk "berhubungan" dengan Tuhan. Potensi SQ setiap
orang sangat besar, dan tak dibatasi oleh faktor keturunan, lingkungan, atau
materi lainnya.
Lebih lanjut
Agus Nggermanto (2003 14 1) menguraikan, SQ telah "menyalakan" kita
untuk menjadi manusia seperti adanya sekarang dan memberi kita potensi untuk
"menyala lagi" - untuk tumbuh dan berubah, serta menjalani lebih
lanjut evolusi potensi manusiaa kita. Kita menggunakan SQ untuk menjadi
kreatif. Kita menghadirkannya ketika ingin menjadi luwes, berwawasan luas, atau
spontan secara krearif.
Kita
menggunakan SQ untuk berhadapan dengan masalah eksistensial - yaitu saat kita secara pribadi
merasa terpuruk, tegebak oleh kebiasaan, kekhawatiran, dan masalah masa lalu
kita akibat penyakit dan kesedihan. SQ menjadikan kita sadar bahwa kita mampu
mengatasinya - atau setidak-tidaknya bisa berdamai dengan masalah tersebut. SQ
memberikan kita semua rasa yang "dalam" menyangkut perjuangan hidup.
SQ adalah pedoman saat kita berada "di ujung". Masalah-masalah
eksistensial yang paling menantang dalam hidup berada di luar yang diharapkan
dan dikenal, di luar aturan-aturan yang telah diberikan, melampaui masa lalu,
dan melampaui sesuatu yang kita hadapi. Dalam teori kekacauan (chaos), "ujung"
adalah perbatasan antara keteraturan dan kekacauan, antara mengetahui diri kita
atau sama sekali kehilangan jati diri. `ujung" adalah suatu tempat
bagi kita dapat menjadi sangat kreatif. SQ, pemahaman kita yang dalam dan
intuitif kita akan makna dan nilai, merupakan petunjuk bagi kita saat berada di
"ujung". SQ adalah hati nurani kita.
Lebih lanjut
Agus Nggermanto, menyampaikan, bahwa kita dapat menggunakan SQ untuk menjadi
lebih cerdas secara spiritual dalam beragama. SQ membawa kita ke jantung segala
sesuatu, ke kesatuan di balik perbedaan, ke potensi di balik ekspresi nyata. SQ mampu
menghubungkan kita dengan makna dan ruh esensial di belakang semua agama besar.
Seseorang yang memiliki SQ tinggi mungkin menjalankan agama tertentu, namun
tidak secara picik, ekslusii; fanatik, atau prasangka. Demikian pula, seseorang
yang ber-SQ tinggi dapat memiliki kualitas spiritual tanpa beragama - secara
literal - sama sekali. SQ memungkinkan kita untuk menyatukan hal-hal yang
bersifat intrapersona.l dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan
antara diri sendiri dengan orang lain. Daniel Goleman telah menulis tentang
emosi-emosi intrapersonal atau di dalam diri, dan emosi-emosi interpersonal -
yang sama-sama dimiliki kita maupun orang lain atau yang kita gunakan untuk
berhubungan dengan orang lain. Namun, EQ semata-mata tidak dapat membantu kita untuk
menjembatani kesenjangan itu. SQ adalah yang membuat kita mempunyai pemahaman
tentang siapa diri kita dan apa makna segala sesuatu bagi kita, bagaimana semua
itu memberikan suatu tempat di dalam diri kita kepada orang lain dan
makna-makna mereka.
Kita
menggunakan SQ untuk mencapai perl embangan diri yang lebih utuh karena kita
memiliki potensi untuk itu. Kita masing-masing membentuk suatu karak~ter
melalui gabungan antara pengalaman dan visi, ketegangan antara apa yang
benar-benar kita lakukan dan hal-hal yang lebih besar dan lebih baik yang
mungkin kita lakukan. Pada tingkatan ego murni kita adalah egois, ambisius
terhadap materi, serta serba-aku, dan sebagainya. Akan tetapi, kita memiliki
gambaran-gambaran transpersonal terhadap kebaikan, keindahan, kesempurnaan,
kedermawanan, pengorbanan, dan lain-1ain. SQ membantu kita tumbuh melebihi ego
terdekat diri kita dan mencapai lapisan yang lebih dalam yang tersembunyi di
dalam diri kita. Ia membantu kita meniaiani hidup pada tingkatan makna yang
lebih dalam. Kita dapat menggunakan SQ untuk berhadapan dengan masalah baik dan
jahat, hidup dan mati, dan asal-usul sejati dari penderitaan dan keputus-asaan
manusia. Kita terlalu sering merasionalkan begitu saja masalah semacam ini,
atau kita terhanyut secara emosional atau hancur karenanya. Agar kita memiliki kesecerdasan
spiritual secara utuh, terkadang kita harus melihat wajah neraka, mengetahui
kemungkinan untuk putus asa, menderita, sakit, kehilangan, dan tetap tabah
menghadapinya. Naskah Cina Kuno Tao Te Ching mengatakan: "Jika anda
menyatu dengan rasa kehilangan, kehilangan itu telah dirasakan dengan
ikhlas". Kita harus tetap merindukan hidup dengan makna yang akan
menyentuh kita dengan keintiman, sesuatu yang tegas, sesuatu yang murni, dan
sesuatu yang menghidupkan. Dalam kehidupan semacam itu, kita bisa berharap
menemukan apa yang kita rindukan, dan bisa berbagi buah dari penemuan kreatif
tersebut dengan orang lain.
Ary Ginanjar
(2041 : xxxix) memberikan ulasan yang berbeda, katanya Kecerdasan Spiritual
(SQ), yang merupakan temuan terkini secar ilmiah, pertama digagas oleh Danah
Zohar dan Ian Marshall, masin-masing dari Harvard University dan Oxford
University melalui riset yang sangat komprehensif. Pembuktian ilmiah tentang
kecerdasan spiritual yang dipaparkan, dua diantaranya adalah : Pertama, riset
ahli psikologi/ syaraf, Michael Persinger pada awal tahun 1990-an, dan lebih
mutahir lagi tahun 1997 pleh ahli syaraf V.S. Ramachandran dan timnya dari
California University, yang menemukan eksistensi Goci-Spvt dalam otak
manusia. Ini sudah built in sebagai pusat spiritual (spiritual centre)
yang terletak diantara jaringan syaraf dan otak. Sedangkan bukti kedua
adalah riset ahli syaraf austria,
Wolf Singer pada era 1990-an atas The Binding Problem, yang menunjukkan
ada proses syaraf dalam otak manusia yang terkonsentrasi pada usaha yang
mempersatukan dan memberi makna dalam pengalaman hidup kita. Suatu jaringan
syaraf yang secara literal "mengikat" pengalaman kita secara bersama
untuk "hidup Lebih bermak-na". Pada God Spot inilah sebenarnya
terdapat fitrah manusia yang terdalam.
Lebih lanjur
Ary Ginanjar mengatakan, akan tetapi SQ dari barat itu, atau Spiritual
Intellegent tersebut belum atau bahkan tidak menjangkau ketuhanan. Pernbahasannya
baru sebatas tataran biologi atau psikologi semata, tidak bersifat
transendental. Akibatnya kita masih merasakan adanya "kebuntuan". Kebenaran
sejati, sebenamya terletak pada suara hati yang bersumber dari spiritual
cefrire ini, yang tidak bisa ditipu oleh siapapun, atau oleh apapun,
termasuk diri kita sendiri. Mata hati ini dapat mengungkap kebenaran hakiki
yang tak tampak di hadapan mata. Bahkan kata ahli sufi Islam Jalaludin Rumi.
"mata hati punyai kemampuan 70 kali lebih besar untuk melihat kebenaran
daripada dua indra penglihatan". Namun apabila kita bertanya apa itu
jenis-jenis suara hati yang berada di dalam God Spot, sebutkan satu
persatu? Niscaya penulis barat belum bisa mengidentifikasi suara-suara hati
tersebut. Temuan God Spot mereka baru sebatas hardware-nya saja
(spiritual centre pada otak manusia), belum ada software-nya. ESQ
Model adalah software (isi) dari God Spot atau spiritual centre secara
transendental.
Ditegaskan oleh Ary Ginanjar mengutip H.S. Habib Adnan
(1998 : 28), bahwa hati nurani akan menjadi pembimbing terhadap apa yang harus
ditempuh dan apa yang harus diperbuat. Artinya setiap manusia sebenarnya telah
memiliki sebuah radar hati sebagai pembimbingnya. Menurutnya, agama Islam
adalah agama fitrah sesuai dengan kebutuhan, dan dibutuhkan manusia. Kebenaran
Isiam senantiasa selaras dengan suara hati manusia. Dengan demikian, seluruh
ajaran Islam merupakan tuntutan suara hati manusia. Oleh karena itu, memagang
teguh kata hati nurani merupakan tantangan hidup yang perlu dikembangkan dalam
menghadapi perubahan kehidupan yang demikian cepat dan dinamis dewasa ini.
Jadi, saya berani rnengambil suatu kesimpulan bahwa agama Islam bisa dijadikan
sebagai landasan pembangunan kecerdasan emosi spiritual, dimana suara hati
adalah menjadi landasannya.
Berdasrkan kenyataan di atas Ary Ginanjar menawarkan sebuah konsep baru
tentang bagaimana membangun sebuah kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ). Dengan memberikan
pemahaman, cara pemeliharaan, dan yang terpenting adalah motode pelatihan
jangka panjang yang mandiri, tanpa unsur paksaan batiniah, dan dengan
memanfaatkan kekuatan-kekuatan pikiran bawah sadar atau yang lebih dikenal dengan
suara hati yang terletak pada God Spnt. Konsep ESQ Model yang merupakan
perangkat kerja dalam hal pengambangan karakter dan kepribadian berdasarkan
nilai-nilai Rukun Iman dan Rukun Islam, yang pada akhirnya akan menghasilkan
manusiaa unggul di sektor emosi dan spiritual, yang mampu mengekploitasi dan
menginternalisasi kakayaan ruhiyah dan jasadiyah dalam hidupnya.
Landasan teori
yang dimaksudkan di sini adalah mengenai materi dan konsep training ESQ.
Sebagaimana dikatakan penggagasnya, Ary Ginanjar Agustian, "Konsep ESQ
Model akan mampu melahirkan manusia unggul, namun ini bukanlah suatu program
pelatihan kilat. Hal tersebut tidak bisa terjadi tanpa suatu proses yang
berkelanjutan dan komitmen yang kuat pada diri kita. ESQ Model akan senantiasa
berpusat pada prinsip atau kebenaran hakiki yang bersifat universal dan abadi.
Sejarah menunjukkan bahwa orang-orang sukses adalah orang yang berpegang teguh
pada prinsip".
Uraian di bawah ini adalah paparan
singkat yang merupakan tahapan dalam pelatihan ESQ tersebut, yang penulis
kutipkan dari buk-u best retlcrrwu "Rahasia Sukses
Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ Emotional Spiritual quotient
Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam"
Bagian
Satu (Zero
Mind Process), berusaha
mengungkapkan belenggu-belenggu pikiran dan mencoba mengidentifikasi paradigma
itu. Sehingga dapat dikenali apakah paradigma tersebut telah mengkerangkeng gikiran.
Jika hal itu ada, diharapkan dapat dianrisipasi lebih dini sebelum menghujam ke
dalam benak. Hasil akhir yang diharapkan pada Bagian Satu adalah Iahirnya alam
pikiran jernih dan suci, atau dinamakannya God-Spot atau fitrah, yaitu
kembali pada hati dan pikiran yang bersifat merdeka serta bebas dari belenggu.
Tahap ini merupakan titik tolak dari sebuah kecerdasan emosi. Di sinilah
tanah yang subur, tempat untuk menanam benih berupa gagasan. Di samping itu,
pada Bagian Satu, dicoba memperkenalkan secara umum suara hati yang bisa
dijadikan sebagai landasan dari ESQ. Setelah itu dapat diikuti pengembangan berikutnya.
Bagian Dua
(Mental Building
- Enam
Prinsip), dijelaskan tentang
kesadaran diri, yaitu arti penting alam pikic'an. Dijabarkan
cara membangun alam pikiran dan emosi secara sistematis berdasar Rukun Iman.
Dimulai dari pembangunan Prinsip Bintang atau Stur Principle (1), angel
Principle (2), dilanjutkan dengan Leadership Principle (3), lalu Learning
Principlei (4), Vision Principle (5), dan yang terakhir adalah Well
Urganizecl Principle (6). Pada bagian ini diharapkan tercipta format
berpikir dan emosi berdasarkan kesadaran diri, serta sesuai dengan hati nurani
terdalam dari diri manusia. Di sinilah karakter manusia yang memiliki tingkat kecerdasan
emosi dan spiritual terbentuk. Sesuai
dengan fitrah manusia dan terbentuk pada tahap awal.
Bagiati
Tiga, adalah
suatu langkah pengesahan hati yang telah terbentuk. Ini dilaksanakan secara
berurutan dan sangat sistematis berdasarkan Rukun Islam. Pada intinya, bagian
ini merupakan langkah yang dimulai dari penetapan misi atau mission
statement (1) dan dilanjutkan dengan pembentukan karakter secara kontinyu
dan intensif atau character building (2). Selanjutnya adalah, pelatihan
pengendalian diri atau self controlling (3). Ketiga langkah ini akan
menghasilkan apa yang disebut ketangguhan pribadi (Personal
Strength). Proses internalisasi ke dalam.
Bagian
Empat, diuraikan
tentang pembentukan dan pelatihan untuk melakukan aliansi, atau sinergi dengan
orang lain atau dengan lingkungan sosialnya. Ini merupakan suatu perwujudan
tanggung jawab sosial seseorang individu yang telah memiliki katangguhan
pribadi di atas. Pelatihan yang diberikan, dinamakan Langkah Sinergi atau strategic collaboration (4) dan diakhiri
Langkah Aplikasi Total atau total
action (5). Pada tahap ini, diharapkan akan terbentuk apa yang dinamakan ketangguhan sosial (Social
Strength). Di sinilah letak sublimasi semua prinsip dan langkah yang
dilakukan. Inilah dinamakan proses internalisasi total (Ary Ginanjar, 200 1:
Iv-lvi) Hadits Rasulullah SAW
Bukanlah
sebaik-baik kamu orang yang bekerja untuk dunianya saja tanpa akhiratnya, dan tidak pada
orang-orang yang bekerja untuk akhiratnya saja dan meninggalkan dunianya. Dan sesungguhnya, sebaik-baiknya
kamu adalah orang yang bekerja untuk (akhirat) dan untuk (dunia).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar